Rabu, 27 Januari 2010

CERITA TAHUN BARU

PENGALAMAN TAHUN BARU

Pada waktu tahun baru tiba kami sekeluarga sepakat pergi bertamasya ke krokowolon. Sebelum pergi kami mulai menyiapkan berbagai peralatan yang perlu dibawa. Sesampainya disana, tak disangka karena melihat terdapat patung bunda maria kami sekeluargapun mengadakan doa bersama untuk  mensyukuri segala anugerah yang telah diberikan selama tahun yang lalu dan memohon juga pada tahun yang baru ini agar lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Namun sayangnya kami lupa membawa lilin, untungnya masih terdapat sisa lilin yang ada.
Setelah selesai berdoa, kamipun mulai mencari tempat yang aman untuk bersantai. Kami makan bersama dan setelah selasai makan kamipun mandi bersama. Karena aku tidak tahu cara berenang aku meminta kakak untuk mengajari aku berenang. Kakak mengajari aku berenang dengan menggunakan sebuah pelampung. Karena terlalu asyik berenang akupun lupa akan kedalaman dan ombok air laut itu, dan tanpa sepengetahuanku aku sudah berada dikedalaman air laut.
Karena aku dikagetkan oleh adik yang membuat aku banyak menelan air, aku mengira akan tenggelam namun masih beruntung aku ditolong oleh kakakku. Akhirnya aku dibawa ke tepi pantai untuk beristirahat. Karena aku masih ingin mandi, akhirnya akupun mandi lagi. Meskipun aku dilarang oleh mama.
Sewaktu mandi bersama tiba-tiba kaki adikku terkena duri landak sehingga mama dan papa melarang aku dan adikku untuk mandi lagi, dan segera mengganti pakaian lalu membereskan barang-barang dan segala peralatan.
Aku sangat senang karena pada tahun baru ini bukan hanya sekedar bertamasya tapi kami juga berdoa bersama agar keluargakami dapat terjalin lebih erat.



DIGIGIT ANJING

Waktu hari senin kemarin, pagi-pagi sekali aku pergi ke sekolah bersama teman- teman disekitar rumahku. Dalam perjalan ke sekolah aku dan teman-teman Saling berbagi kisah pengalaman kami pada waktu liburan natal dan tahun baru.
Karena terlalu asyik bercerita aku tidak sengaja menginjak kaki seekor anjing besar yang berwarna hitam. Anjing itu kelihatannya sangat marah, dan karena takut akupun berlari meninggalkan teman- temanku. Karena marah anjing itu menggonggong aku dan mengejar aku dari belakang. Saat berlari aku berfikir bahwa aku akan selamat dari kejaran anjing itu. Ternyata anjing itu telah menggigit kaki kananku.
Hari itu aku beruntung karena kaki kananku tidak luka berkat kaos kaki dan sepatu yang kukenakan sehingga gigitan anjing itu tidak membuat kaki kananku luka, meskipun kaki kananku terasa sakit karena gigitannya.
Meskipun gigitan anjing itu masih terasa sakit, aku melanjutkan perjalananku ke sekolah. Dalam perjalan aku berpikir bahwa hari ini adalah hari yang sangat menyedihkan sekaligud menyebalkan buatku, karena aku sudah membuat keheboan ditengah keramaian lalulintas.
Dalam diriku aku berjanji bahwa aku akan selalu dan lebih berhati- hati dalam berjalan, agar tidak mengulangi kejadian yang telah terjadi pada hari ini.

VALIDITAS DAN RELIABILITAS


Validitas dan Reliabilitas
Suatu alat ukur dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi yang tidak menyesatkan, apabila telah menemui beberapa kriteria yang telah ditentukan yaitu valid dan reliabel. Oleh karena itu agar kesimpulan penelitian tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan-keadaan sebenarnya maka diperlukan uji validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini.
  Validitas
Validitas mengandung pengertian sejauh mana instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2003:4). Suatu skala dapat memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Pengujian validitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan kisi-kisi instrument atau matriks pengembangan instrumen dengan materi pembelajaran yang diajarkan (Sugiyono, 2007:129). Dalam kisi-kisi terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir item pertanyaan dan pernyataan yang dijabarkan dari indikator. Selain validitas isi, validitas dapat diketahui dengan melihat validitas item yaitu mengkorelasikan setiap skor item dengan total skor item yang diperoleh individu.
Pengujian validitas data-data keaslian butir dalam penelitian ini dengan menggunakan program komputer SSPS (Statisticial Package Social Science) for Windows versi 16.00, dengan menggunakan rumus korelasi product moment.
            Rumus Korelasi Product Moment:
N.åxy - åx. åy
rxy =
             {( N. åx2) (åx)2.(N. åy2) – (åy)2)}

            Keterangan :
rxy    : koefisien korelasi product moment antara skor item dengan skor total
N      : Jumlah subjek
åx    : Jumlah dari keseluruhan skor item
åy    : Jumlah dari keseluruhan item skor total
åxy  : Jumlah perkalian skor item dengan skor total
x2        : Jumlah kuadrat skor item
y2        : Jumlah kuadrat total
Reliabilitas
Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang berasal dari kata rely dan ability, pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel.
Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisisen reliabel yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tingginya koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendahnya reliabilitas (Azwar, 2005: 83). Dalam penelitian ini, reliabilitas akan diuji dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach.
Rumus Alpha Cronbach

α =        [ n ]        [ 1- ∑Sj²]
    N-1              St²


Keterangan :
n          : Jumlah subjek
∑Sj²     : Varians belahan
St         : Varians total

POLA ASUH ANAK


POLA ASUH DEMOKRATIS
Pengertian Pola Asuh Demokratis
Baumrind (dalam Dariyo, 2007:206-208), berpendapat bahwa pola asuh demokratis (authoritative) merupakan gabungan antara pola asuh permisif dan otoriter dengan tujuan untuk menyeimbangkan pemikiran, sikap dan tindakan antara anak dan orang tua. Baik orang tua maupun anak mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan suatu gagasan, ide atau pendapat untuk mencapai suatu keputusan. Dengan demikian orang tua dan anak dapat berdiskusi, berkomunikasi atau berdebat secara konstruktif, logis, rasional demi mencapai kesepakatan bersama. Karena hubungan komunikasi antara orang tua dengan anak dapat berjalan menyenangkan, maka terjadi pengembangan kepribadian yang mantap pada diri anak. Anak semakin mandiri, matang dan dapat menghargai diri sendiri dengan baik. Pola asuh demokratis ini akan dapat berjalan secara efektif dan ada 3 (tiga) syaratnya yaitu (1) orang tua dapat menjalani fungsi sebagai orang tua yang memberi kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapatnya, (2) anak memiliki sikap yang dewasa yakni dapat memahami dan menghargai orang tua sebagai tokoh utama yang tetap memimpin keluarganya, (3) orang tua belajar memberi kepercayaan dan tanggung jawab terhadap anaknya.
Menurut Lighter (dalam Shochib, 2000:45), pola asuh demokratis sangat penting dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Pola asuh demokratis merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Orang tua sangat berperan penting dalam memelihara, mendidik, membimbing, memberikan perhatian dan proses sosialisasi serta mengarahkan anak untuk membentuk perilaku mencapai perkembangan yang maksimal.
Yadi (dalam Sulkiflil, 2005:215), mendefinisikan pola asuh demokratis adalah komunikasi efektif, akrab, empati, penerimaan sosial terhadap anak dan menumbuh kembangkan rasa percaya diri pada anak.
Dari pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh demokratis adalah sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya dimana menciptakan komunikasi yang baik, menyamakan persepsi, dan mencapai kesepakatan bersama demi pengembangan kepribadian yang matang pada diri remaja.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Demokratis
Setiap orang mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri dan latar belakang yang sering kali sangat jauh berbeda. Entah itu latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal atau pengalaman pribadinya. Perbedaan ini sangat memungkinkan pola asuh yang berbeda terhadap anak. Baumrind (2000:67), menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh anak antara lain:
a.          Pengaruh keluarga asal
Faktor yang penting yang kelak mempengaruhi kualitas perkawinan seseorang, menentukan pilihan pasangannya, mempengaruhi pola interaksi komunikasi antara suami istri dan anak. Dalam hal ini penyesuaian antara suami dan istri akan mempengaruhi penyesuaian diri anak, sikap dan kematangan emosi anak.
b.         Hubungan orang tua dengan anak
Iklim emosional dalam keluarga sebagian besar tergantung pada orang tua. Stabilitas kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh hubungan-hubungan diantara angggota keluarga. Disamping dipengaruhi oleh orang tua kepribadian anak menentukan iklim emosional dalam keluarga. Iklim emosional yang hangat, akrab, dan menerima merupakan iklim yang menguntungkan untuk perkembangan kepribadian anak.
c.          Sikap penolakan orang tua
Sikap orang tua yang baik untuk perkembangan kepribadian anak adalah sikap mengerti, mencintai, dan menaruh perhatian pada anak. Sikap penolakan orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Sikap orang tua terhadap anak yang terlalu otoriter membuat anak merasa tidak diterima dalam lingkungan keluarga.
d.         Figur orang tua
Setiap anak dari mulai bayi hingga kelak dewasa sangat memerlukan figur dari orang tuanya. Figur yang baik dari keluarga akan menentukan pola perilaku anak yang baik pula.
e.          Ketergantungan yang berlebihan terhadap orang tua
Ketergantungan yang berlebihan terhadap orang tua akan mempengaruhi penolakan orang tua terhadap anak, hal ini dikarenakan anak kurang bertanggung jawab, tidak mandiri dan akan terbawa sampai ke dewasa nanti.
Aspek-Aspek Pola Asuh Demokratis
Menurut Graha (2008:6-7), ada tiga aspek pola pengasuhan demokratis yaitu:
a.          Saling mendengarkan
Komunikasi adalah penyampaian suatu informasi dari satu pihak ke pihak yang lain. Dalam proses komunikasi itu ada pihak yang berbicara dan ada pihak yang mendengarkan. Pihak yang mendengarkan akan mendapat informasi dan kemudian mengerti akan informasi yang disampaikan oleh pihak yang berbicara. Untuk dapat mengerti akan informasi yang disampaikan oleh seorang remaja, orang tua harus bersedia menjadi seorang pendengar yang baik. Menjadi seorang pendengar yang baik artinya mendengarkan dengan seksama apa yang menjadi keluhan, permasalahan, keinginan dan harapan remaja sangat penting bagi orang tua. Permasalahan yang dihadapi oleh remaja sering kali dapat diselesaikan dengan baik karena orang tua bersedia mendengarkan dan memahaminya. Informasi yang diterima dapat menjadi dasar bagi orang tua untuk menentukan sikap dan langkah bagi pemecahan masalah yang dihadapi oleh seorang remaja agar mereka dapat berkembang dengan baik.
Banyak cara untuk bisa menjadi pendengar yang baik bagi remaja dengan memberikan kesempatan dan rangsangan kepada mereka untuk berbicara, mengekspresikan perasaan dan suasana hatinya.
b.         Bersifat terbuka
Untuk mendorong remaja bisa berbicara terbuka, orang tua sebaiknya tidak menghukum ketika mereka berbicara tentang kesalahan yang dilakukannya, tidak pula mengejek dengan kelemahan yang dimiliki oleh remaja, melainkan memberikan kesempatan kepada remaja untuk mengeluarkan perasaannya dengan jujur.
Keterbukaan ini harus sering diasah dan dibiasakan dalam komunikasi antara remaja dan orang tua. Meluangkan waktu dalam berbicara secara terbuka dari hati ke hati secara rutin, maka remaja menjadi lebih percaya kepada orang tua dalam mengutarakan perasaannya, permasalahan dan keinginan yang dimilikinya. Dengan adanya kejujuran dan keterbukaan antara remaja dan orang tua maka dapat tercipta hubungan yang harmonis dalam lingkungan keluarga.
c.          Menyamakan persepsi
Dalam berkomunikasi dengan remaja, orang tua sebaiknya bisa memahami kondisi dan keadaan remaja. Orang tua mengkondisikan posisinya sebagai seorang anak dalam mendengarkan permasalahan dan melihat sesuatu permasalahan dengan menyamakan persepsi dengan remaja. Remaja melihat berbagai hal permasalah dengan cara pandang yang kadang berbeda dengan orang tua. Pada usia ini mereka yang melihat pentingnya permasalahan yang dihadapi dengan kaca mata remaja, bukan kaca mata orang tua yang biasanya lebih luas pandangannya.
Komunikasi antara orang tua dan remaja sering kali terjadi kesalahan karena adanya perbedaan persepsi. Karena itu, untuk menyelesaikan suatu permasalahan antara orang tua dan remaja harus mempunyai persamaan persepsi. Persamaan persepsi antara orang tua dan remaja penting agar komunikasi bisa berjalan dengan baik.

EMOSI

KEMATANGAN EMOSI
Pengertian Kematangan Emosi
Chaplin (2005:291), dalam buku kamus lengkap psikologi mendefinisikan kematangan adalah “perkembangan, proses mencapai kemasakkan atau usia matang”.
Hal senada juga diungkap oleh Sobur (2003:247), bahwa kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau organ-organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Proses pembetukan ini melewati setiap fase perkembangan, yang didukung oleh faktor eksternal maupun faktor internal pada remaja. Faktor internal misalnya usia, dan lingkungan keluarga. Sedangkan faktor eksternal seperti teman sebaya, lingkungan sekolah dan masyarakat.
Sarwono (dalam Yusuf, 2005:115), emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna efektif baik pada tingkat lemah maupun tingkat yang luas. Dalam hal ini emosi merupakan warna efektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang dimaksud dengan warna efektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi atau menghayati suatu situasi tertentu, misalnya perasaan gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci atau tidak senang.
Piaget (dalam Dariyo, 2007:180), mendefinisikan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya secara baik, dalam hal ini orang yang emosinya sudah matang tidak cepat terpengaruh oleh rangsangan atau stimulus baik dari dalam maupun dari luar pribadinya.
Dari pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seorang individu untuk menggunakan emosinya secara baik, yang ditandai dengan pengontrolan diri, pemahaman seberapa jauh baik buruk dan apakah bermanfaat bagi dirinya dalam setiap tindakan maupun perbuatannya.
Karakteristik Kematangan Emosi
Feinberg (dalam Handayani, 2008:115), ada beberapa karakteristik atau tanda mengenai kematangan emosi seseorang untuk dapat menerima dirinya sendiri, menghargai orang lain, menerima tanggung jawab, percaya pada diri sendiri, sabar dan mempunyai rasa humor. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
a.  Mampu menerima dirinya sendiri
 Seseorang yang mempunyai pandangan atau penilaian yang baik terhadap kekuatan dan kelemahannya mampu melihat dan menilai dirinya secara obyektif dan realitas.
b. Menghargai orang lain
Seorang yang bisa menerima keadaan orang lain yang berbeda-beda dikatakan dewasa jika mampu menghargai perbedaan. Orang yang dewasa mengenal dirinya dengan baik senantiasa berusaha untuk menjadi lebih baik dan tidak menandingi orang lain melainkan berusaha mengembangkan dirinya sendiri.    
c.        Menerima tanggung jawab
Orang yang belum dewasa akan merasa terbebani apabila diberikan tanggung jawab. Tetapi apabila orang yang sudah dewasa bisa menerima tanggung jawab atas semua kegiatan dan mempunyai dorongan untuk berbuat dan menyelesaikan apa yang harus diselesaikan.
d.      Sabar
Seorang yang dewasa akan lebih sabar karena memiliki kematangan emosi untuk mampu menerima, merespon, dan melakukan sesuatu secara rasional.
e.       Mempunyai rasa humor
Orang yang dewasa memiliki rasa humor yang tinggi merupakan bagian dari emosi yang sehat, yang memunculkan senyuman hangat untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan keberadaannya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kematangan emosi seseorang (Astuti, 2000, Faktor-faktor yang mempengaruhi Kematangan Emosi, para. 1), antara lain:


a.          Pola asuh orang tua
Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan dirinya sebagai makhluk sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat anak dapat berinteraksi. Dari pengalaman berinteraksi dalam keluarga ini akan menentukan pula pola perilaku anak.
b.         Pengalaman traumatik
Kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Kejadian-kejadian traumatis dapat bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di luar keluarga.
c.          Temperamen
Temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang mencirikan kehidupan emosional seseorang. Pada tahap tertentu masing-masing individu memiliki kisaran emosi sendiri-sendiri, dimana temperamen merupakan bawaan sejak lahir, dan merupakan bagian dari genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang kehidupan manusia. 
d.         Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan dengan adanya perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran jenis maupun tuntutan sosial yang berpengaruh terhadap adanya perbedaan karakteristik emosi diantara keduanya.

e.           Usia
Perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseorang sejalan dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis seseorang.

Aspek-Aspek Kematangan Emosi
Overstreet (dalam Puspitasari dan Nuryoto, 2002:23), membagi aspek-aspek kematangan menjadi empat bagian yaitu:
a.          Sikap untuk belajar
Bersikap terbuka untuk menambah pengetahuan, jujur, mempunyai keterbukaan, serta motivasi diri yang tinggi, bisa memahami agar bermakna bagi dirinya. 
b.         Memiliki rasa untuk tanggung jawab
Memiliki rasa tanggung jawab untuk mengambil keputusan atau melakukan suatu tindakan dan berani untuk menanggung resikonya. Individu yang matang tidak menggantungkan hidup sepenuhnya kepada individu lain karena individu yang matang tahu bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri-sendiri.
c.          Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif
Memiliki kemampuan untuk mengekspresikan perasaan, memilih apa yang akan dilakukan, mengemukakan pendapat, meningkatkan penghargaan pada diri merupakan bentuk komunikasi secara efektif dimana individu sudah matang dan mampu menyesuaikan diri dengan orang lain.
d.         Memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan sosial
Individu yang matang, mampu melihat kebutuhan individu yang lain dan memberikan potensi dirinya. Hal ini dikarenakan individu yang matang mampu menunjukkan ekspresi cintanya kepada individu lain. Jadi secara emosional individu mampu menyesuaikan diri dan hubungan sosial antar individu.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja
Menurut Gardner (dalam Ali dan Asrori, 2009:70), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja antara lain sebagai berikut:
a.          Perubahan jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf permulaan pertumbuhan ini terbatas pada bagian-bagian tertentu yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tertunda pada perkembangan emosi remaja. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan kondisi tubuh seperti itu, terlebih jika perubahan tersebut menyangkut perubahan kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat. Hormon-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja dan seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.
b.         Perubahan pola interaksi dengan orang lain
Pola asuh orang tua terhadap remaja sangat bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh orang tuanya, dimana ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja. Cara memberikan hukuman misalnya, kalau dulu anak dipukul karena nakal, pada masa remaja cara semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan orang tuanya. Dalam konteks ini Gardner mengibaratkan dengan “Too Big to Spank” artinya remaja itu sudah terlalu besar untuk dipukul.
Pemberontakan terhadap orang tua menunjukkan bahwa mereka berada dalam konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua. Mereka tidak merasa puas kalau tidak pernah sama sekali menunjukkan perlawanan terhadap orang tua karena ingin menunjukkan seberapa jauh dirinya telah berhasil menjadi orang yang lebih dewasa. Jika mereka berhasil dalam perlawanan terhadap orang tua sehingga menjadi marah, mereka pun belum puas karena orang tua tidak menunjukkan pengertian yang mereka inginkan. Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja.
c.       Perubahan interaksi dengan teman sebaya
Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis. Pada masa remaja tengah, biasanya remaja benar-benar mulai jatuh cinta dengan teman lawan jenisnya. Gejala seperti ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi tidak jarang juga menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaja jika tidak diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa.
d.         Perubahan pandangan luar
Faktor penting yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja selain perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja itu sendiri adalah pandangan dunia dari luar dirinya, seperti: sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten, dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dengan perempuan, seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.
e.       Perubahan interaksi dengan sekolah
Remaja sering terbentur pada nilai-nilai yang tidak dapat diterima atau yang sama bertentangan dengan nilai-nilai yang menarik bagi mereka. Hal ini timbullah idealisme untuk mengubah lingkungannya. Idealisme seperti ini tentunya tidak boleh diremehkan dengan anggapan bahwa semuanya akan muncul jika mereka sudah dewasa. Sebab, idealisme yang dikecewakan dapat berkembang menjadi tingkah laku emosional yang destruktif. Sebaliknya, kalau remaja berhasil diberikan penyaluran yang positif untuk mengembangkan idealismenya akan sangat bermanfaat bagi perkembangan remaja memasuki masa dewasa.

PROPOSAL FAKTOR-FAKTOR APA YANG MEMPENGARUHI IKTERUS PADA NEONATORUM

FAKTOR-FAKTOR APA YANG MEMPENGARUHI IKTERUS PADA NEONATORUM

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  LATAR BELAKANG
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin. (Mansjoer Arif, 2000:503). Ikterus Neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi di banding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritrosit pada neonatus lebih lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir
< 2500 g atau usia gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu-minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi yang ada menunjukan bahwa lebih
50 % bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus, ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya, dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).
Di Amerika Serikat, sebanyak 65 % bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan dai bawah Departemen Kesehatan mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama

kehidupannya. Di Indonesia, insidens ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan di beberapa RS pendidikan antara lain RSCM, RS Dr. Sardjito, RS Dr. Soetomo, RS Dr. Kariadi bervariasi dari 13,7 % hingga 85 %. Angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010” maka salah satu tolak ukur adalah menurunya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup.Di RSUD dr. TC. Hillers Maumere pada tahun 2008 dari bulan Agustus sampai bulan Desember terdapat 6 bayi yang menderita penyakit ikterus dan pada tahun 2009 dari bulan Januari sampai bulan Mei terdapat 21 bayi yang menderita penyakit ikterus. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (yang lebih dikenal dengan kenikterus). Ensefalopati  bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat.
Berbagai teknik diagnostik telah digunakan untuk menilai ikterus pada bayi baru lahir. Pengukuran bilirubin serum dianggap sebagai metode yang paling terpecaya, tetapi memiliki keterbatasan dalam hal peralatan dan biaya. Pemeriksaan langsung secara visual tidak dapat dipercaya sepenuhnya dan dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Metode pemeriksaan non inovasif lain seperti transcutaneus bilirubinometry (TcB) merupakan alternatif pemeriksaan (skrining) pengukuran bilirubin serum. Sampai saat ini belum ada keseragaman tatalaksana ikterum neonatorum di Indonesia. Kadar serum bilirubin untuk memulai masing-masing jenis terapi (Terapi Sinar, Transfusi Tukar, Obat-Obatan) masih menjadi pertanyaan. Di satu sisi, terapi yang berlebihan berarti menyia-nyiakan sumber daya yang tidak perlu.
Dengan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka penelti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ikterus pada neonatorum.
1.2.  PERUMUSAN MASALAH
Bersarkan latar belakang di atas, maka hal-hal yang akan menjadi pertanyaan di dalam penelitian ini adalah : “Faktor-Faktor Apa Yang Mempengaruhi Ikterus Pada Neonatorum”

1.3.  TUJUAN PENELTIAN
1.3.1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ekterus neonatorum.
1.3.2.      Tujuan Khusus
1.      Mengidentifikasi tentang patofisiologi atau perjalanan dari ikterus neonatorum
2.      Mengidentifikasi tanda-tanda gejala ikterus neonatorum
3.      Mengidentifikasi tentang diagnosis dari ikterus neonatorum
4.      Mengidentifikasi tentang pelaksanaan ikterus neonatorum
5.      Mengidentifikasi tentang pencegahan ikterus neonatorum

1.4.  MANFAAT PENELITIAN
1.4.1.      Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman peneliti, juga mengembangkan pribadi peneliti terutama dalam menerapkan metodologi peneltian.
1.4.2.      Bagi Pendidikan
Memotivasi adik-adik dan teman-teman mahasiswa untuk melakukan penelitian sederhana.

1.4.3.      Bagi Responden
Meningkatkan pengetahuan responden tentang faktor- faktor yang mempengaruhi ikterus

1.5.  RELEVANSI PENELITIAN
Ikterus merupakan warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin. Banyak baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Dan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (yang lebih dikenal dengan kenikterus). Untuk mengatasi masalah akibat dari ikterus neonatorum ini, peran perawat sebagai pelaksana dan juga pendidik dimana harus mengarahkan masyarakat dengan menambah pengetahuannya tentang ikterus neonatorum sehingga bisa menurunkan angka kematian akibat dari ikterus neonatorum.

ASKEP THERMOREGULASI


THERMOREGULASI


A.    KOSEP  DASAR  TEORI
I. Pengertian
Suhu tubuh adalah keseimbangan antara panas yang dihasilkan dengan panas yang hilang dari tubuh. Panas dihasilkan melalui metabolisme makanan terutama oleh aktivitas sel otot dan hormon. Panas tubuh dapat meningkat atau menurun bila adanya penyakit.

II.    Pengaturan suhu tubuh
Ada 2 mekanisme  pengaturan suhu tubuh
1.      Mekanisme Psikologi
Hubungan antara produksi panas dan pengeluaran panas harus dipertahankan melalui mekanisme neorologi dan kardiovaskuler.
Mekanisme Pengeluaran Panas   :
-          Berkeringat
-          Verodilatasi pembuluh darah
-          Penghambat produksi panas

2.      Mekanisme Tingkah Laku
Panas tubuh dihasilkan melalui  :
-          Metabolisme makanan dan aktivitas
-          Peningkatan produksi hiroksin
Pada saat orang mengalami kedinginan, hipotalamun akan berespon atau dirangsang  untuk melepaskan thyrotropin releasing faktor yang akan merangsang edonahipofise untuk…..
Thyrotropin akan merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon firoksin yang akan meningkatkan laju metabolisme sel di seluruh tubuh, sehingga menghasilkan panas tubuh.
-          Themogenesis kimiawi
Adalah rangsangan untuk menghasilkan panas tubuh melalui sirkulasi norepinepsin atau rangsangan simpatis.

III. Kehilangan panas tubuh
-          Radiasi
adalah perpindahan panas dari permukaan sebuah objek ke permukaan objek tanpa adanya kontakantara kedua objek tersebut.
Contoh : orang yang berdiri dekat dengan sebuah frezer akan mengalami panas tubuh.
-          Konduksi
adalah perpindahan panas dari suatu objek ke objek lain melalui kontak langsung.
                     Contoh : kompres es
-          Konveksi
adalah perpindahan panas berjadi dengan gerakan udara.
Contoh : kita berada dalam ruangan ber-AC
-          Evaporasi
adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas.

IV. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
-          Usia
-          Waktu
-          Jenis kelamin
-          Emosi dam stres
-          Latihan atau olahraga
-          Makanan, minuman atau merokok
-          Lingkungan

B.     KONSEP DASAR ASKEP
I.       Pengkajian
v  Oris/mulut
Metode ini diajurkan kepada :
-          Bayi atau anak di bawah 6 bulan.
-          Pasien yang mengalami kelainan pada mulut.
-          Pasien yang keadaannya menurun atau kejang.
-          Pasien yang mendapat terapi O² melalui masker atau kanul nasal.

v  Rektal
Metode ini dianjurkan pada :
-          Anak usia dibawah 6 tahun
-          Pasien yang kesadarannya menurun.
Metode ini tidak dianjurkan kepada :
-          Kelainan pada rektal
-          Pembedahan rektal
-          Infark miokard dan kejang
v  Axilla
Keuntungannya :
-          Paling akan sehingga lebih banyak digunakan.
Kekurangannya :
-          Pengukurannya lebih lama untuk mendapatkan hasil yang akurat.
-          Tidak bisa dilakukan pada pasien yang terlalu kurus.

II.    Diagnosa keperawatan
-          Gangguan pengaturan suhu tubuh (hipertensi) b/d proses infeksi atau penyakit.
-          Gangguan pengaturan suhu badan/tubuh (hipotermi) b/d proses penyakit.
                    
III.  Intervensi keperawatan
-          Kaji warna kulit dan suhu
-          Pindahkan selimut yang berlebihan atau kurangi selimut jika klien kedinginan.
-          Berikan makanan dan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
-          Berikan pakaian yang kering dan nyaman.
-          Gunakan kipas angin jka klien kepanasan.
                          
IV. Implementasi
Melakukan implementasi sesuai rencana keperawatan.

V.    Evaluasi
Suhu tubuh normal, jika suhu belum normal, maka pantau atau kaji kembali diagnosa keperawatan dan implementasi keperawatan yang telah dibuat apakah sudah selesai atau belum selesai, catat perkembangan.


DAFTAR PUSTAKA


Suyton “Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit”, EGL. Edisi II.1991.

Human Basic Need. S. Psik. FK-UNDAD 1998.

Kozles Erb Ollvensi, Fundamental of Nourting, Concept. Procces and Profile Fourth Edition, Addison Waslay, California. 1991